Selasa, 14 Juni 2016

INFORMASI TENTANG PENEMUAN UNSUR BARU YANG BERGUNA UNTUK MAKHLUK HIDUP


Universitas Gunadarma
Fakultas Psikologi


Disusun oleh:
Nama: Wanda Amalia
Kelas: 01PA09
Npm: 17515105
Laporan ini Disusun untuk Memenuhi
Sebagian Tugas Matematika dan IAD
DEPOK
2016
                       Penemu Senyawa Antikanker Pada Kulit Kayu Damar Batu
     Valentina Adimurti Kusumaningtyas, dosen kimia di Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani) Bandung itu berhasil menemukan senyawa antikanker pada kulit batang pohon damar batu. Jika dikembangkan lebih lanjut melalui teknik ekstraksi senyawa, itu bisa menjadi obat herbal masa depan untuk penyembuhan kanker kulit.
“Obat herbal antikanker lebih aman daripada obat sintetis. Karena kandungan zat dari tumbuhan  tidak mempunyai efek samping  bagi organ tubuh,” ujar Valen saat ditemui di ruang kerjanya.
      Belum banyak  orang yang tahu tentang khasiat obat herbal, khususnya senyawa pada kulit batang pohon damar. Penderita kanker kulit lebih banyak tergantung obat sintetis yang berbahan baku zat kimia.
       Hal itu semata-mata karena pemerintah dan paramedis kurang mempromosikan obat herbal. “Sebenarnya, banyak juga senyawa tanaman lain yang memiliki kemampuan menyembuhkan kanker seperti kunyit dan sambiloto. Tapi paling tidak hasil penelitian saya bisa memberikan alternatif pilihan bagi masyarakat yang ingin sembuh dari penyakitnya,” ujarnya merendah.

      Penemuan ini telah dirintis Valen sejak 2006. Waktu itu, ia dibantu dua rekannya, yakni Dewi Meliati (dosen Unjani)  dan Yana Maulana Syah (dosen Institut Teknologi Bandung [ITB]) , berusaha mencari tema penelitian yang layak diajukan ke Direktorat  Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional untuk mendapatkan pendanaan.
“Kebetulan  ITB  mempunyai data base tentang berbagai khasiat tanaman golongan tanaman keras Dipterocarpaceae. Akhirnya  kami memutuskan untuk meneliti kulit batang damar batu karena belum pernah digarap oleh ilmuwan lain. Berdasarkan literatur, kulit batang pohon ini mempunyai prospek cukup baik untuk menghasilkan senyawa anti-kanker,” ungkap Valen.
      Proposal itu disetujui Dikti. Valen dan timnya mendapat hibah dana penelitian sebesar Rp50 juta plus waktu dua tahun guna membuktikan kebenaran hipotesis. Penelitian itu diakui Valen tergolong mulus. Proses yang paling lama ialah pada ketersediaan sampel. Kulit batang harus didatangkan dari Kebun Raya Bogor sehingga ketika sampel habis, proses penelitian terpaksa ditunda sementara.
“Sebenarnya  pohon damar jati hidup di mana-mana. Namun sampel penelitian kan harus konsisten supaya akurasi data terjaga,” ucapnya.
     Pertengahan 2008, Valen dan kawan-kawan mempresentasikan temuan mereka ke Ditjen Dikti di Jakarta. Dari penilaian tim juri, penelitian mereka dinyatakan  logis. Bukti yang dipaparkan Valen, dua dari tiga senyawa  oligomer  yang terkandung dalam kulit batang damar batu bersifat antikanker terhadap  sel kanker  murine leukemia P-388, meskipun masih perlu uji coba lanjutan mulai dari hewan kecil sampai manusia.
    Supaya dapat diproduksi sebagai obat, Valen harus menguji  coba senyawa  anti-kanker ke kera dengan metode yang sama. Jika terbukti efektif, diuji coba dulu ke beberapa (relawan) manusia.
     Adapun Valen baru menyelesaikan  uji sitotoksik  pada benur udang dan mencit atau tikus putih. Sel kanker  kulit yang ditanamkan di tubuh kedua hewan itu ternyata tidak tumbuh setelah diberi senyawa antikanker buatan Valen.
“Ada keinginan  untuk menyelesaikan  semua  uji coba. Tapi, kami terkendala dana karena biaya perizinan dan pembelian  sampel sangat besar,” kata Valen yang berharap adanya donatur untuk membiayai proses uji coba.
    Valen juga sedang menunggu sertifikat paten dari Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual  (HKI) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia atas metode penelitian dan senyawa antikanker pada kulit batang damar batu yang ia daftarkan sejak akhir 2008.
    Ketertarikan Valen kepada dunia kesehatan sebenarnya baru tumbuh  ketika  kuliah S-1 di Jurusan Kimia Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung. Ia masuk tahun 1985. Ketika mengikuti praktikum di Cirebon, dia mendapati  sejumlah masyarakat yang meminum air rebusan rumput untuk obat sakit gula.
    Ternyata, sari pati rumput tersebut berfungsi sebagai antibiotik  yang menurunkan kadar gula dalam darah. “Saya lalu berpikir, obat berbagai jenis penyakit pasti sudah tersedia di alam. Sebab, ayat dalam Al-Qur’an  pun  menyebutkan bahwa segala sesuatu yang Ia ciptakan tidaklah sia-sia,” ucapnya.
    Dari situ, perempuan  yang hobi memasak ini ingin terus meneliti tanaman yang menyembuhkan penyakit. Berbekal ilmu kimia organik bahan alam selama kuliah S-1 di Unpad dan S-2 di ITB, ia berharap bisa berkontribusi bagi banyak orang. “Karena  saya lulusan kimia, studi saya cuma sebatas mencari kandungan gizi dalam tumbuhan dan kandungan senyawa antipenyakit dalam tanaman.  Kalau  mau dijadikan obat herbal, harus bekerja sama dengan ilmuwan bidang kedokteran atau farmasi.”
    Menurut dia, ilmu kimia organik tidak akan pernah mati. Selalu berkembang  dan terus mencari penemuan baru yang berguna bagi aspek kehidupan manusia. Apalagi di negara tropis seperti Indonesia. Keaneka- ragaman hayatinya memiliki banyak potensi yang belum tergali. Dari satu tanaman saja, semua bagiannya  mulai dari batang, akar, daun, sampai daun  bisa menghasilkan  senyawa antipenyakit.
    Valen lantas mengilustrasikan kesuksesan  ilmu pengobatan dari bahan organik  di China yang berkembang sejak puluhan abad silam.
“Di China, hampir tidak ada penyakit  yang tidak mampu disembuhkan  oleh obat dari tumbuhan,” tukas perempuan yang dipercaya menjabat sebagai Pembantu  Dekan Bidang  Akademik Fakultas MIPA Unjani itu.
    Obat herbal, lanjut dia, memiliki  tingkat risiko lebih rendah daripada obat sintetis. Karena obat sintetis dapat berubah menjadi racun sehingga menurunkan kekebalan tubuh seseorang. Sedangkan senyawa obat herbal yang bersifat alami mudah dinetralisasi  oleh tubuh.
“Pengusaha industri obat di luar negeri terus-menerus mengembangkan obat-obatan berbahan baku tumbuhan. Mereka mengandalkan pasokan senyawa alami  dari kita. Masa kita jauh tertinggal dari orang asing,” kata Valen yang kini tengah meneliti senyawa antikanker payudara.
    Baginya, Tidak ada kamus terlambat untuk menciptakan perubahan. Asalkan pemerintah mau konsisten menjaga keanekaragaman hayati dengan cara menghapus praktik penebangan liar.
   Sementara industri kesehatan nasional juga semakin mengakomodasi keberadaan obat herbal sebagai solusi mengatasi penyakit.
“Saya kira ilmuwan akan senang hati berkarya demi kemajuan bangsa. Bahkan semakin semangat mencari ide-ide baru karena hasil kerja keras mereka diminati masyarakat,”tegasnya.
    Biasanya, batang pohon damar batu yang banyak tumbuh di pedalaman Sumatra itu kerap dimanfaatkan masyarakat setempat untuk bahan bangunan. Getahnya bisa dicampur  kerosin untuk membuat  rangka  kapal boat, dapat pula dipakai sebagai salah satu bahan baku cat dan vernis. Adapun larutan damar dalam cairan kloroform dapat dipakai untuk mengawetkan binatang dan tumbuhan guna kepentingan riset.
    Pohon bernama latin Hopea odorata itu memang menyimpan banyak manfaat. Di tangan Valentina, manfaat damar batu bertambah lagi. Hasil risetnya membuktikan kulit batang pohon ini menghasilkan senyawa aktif yang berguna untuk obat antikanker kulit.
    Meski proses penelitian itu memakan waktu lama, menurut Valen, pembentukan senyawa aktif antikanker pada kulit batang damar batu tergolong mudah. Dia menjelaskan, pertama-tama kulit batang dijemur di bawah terik sinar matahari selama dua sampai tiga hari untuk menghilangkan kandungan airnya. Kemudian digiling sampai menjadi serbuk.
   Seluruh serbuk direndam menggunakan  cairan metanol selama satu hari untuk mendapatkan  senyawa  murni atau biasa disebut proses ekstraksi. Namun jika untuk konsumsi manusia, perendaman  harus menggunakan cairan etanol.
   Berdasarkan uji sampel, didapati hasil bahwa dua dari tiga senyawa  oligomer  yang terkandung dalam kulit batang damar batu bersifat antikanker terhadap  sel kanker murine leukemia  P-388. Namun dari 5 kg kulit batang damar batu, hanya 0,5 mg saja yang bisa dimanfaatkan.
    Senyawa aktif tersebut berkhasiat membunuh sel kanker kulit yang menyerang makhluk hidup. Meski begitu, temuan ini masih perlu uji sitotoksik mulai dari hewan kecil hingga relawan manusia sebelum dinyatakan  layak beredar  di masyarakat sebagai obat.
“Kami sudah berhasil menguji coba ke benur udang dan tikus putih. Tinggal uji coba ke kera dan manusia. Tapi belum bisa dilakukan karena  keterbatasan dana,” terang Valen.
    Dengan  cara  konvensional, Valen mempersilakan masyarakat, khususnya  penderita kanker payudara, yang hendak membuktikan  sendiri khasiat  batang  kulit  damar batu.  Cukup  dengan  merebus kulit batangnya. Jika memungkinkan, bisa berbentuk serbuk. Lalu sari pati air rebusan langsung diminum sebagai obat pencegah perkembangan sel kanker kulit. Jika dilakukan secara rutin, Valen yakin kanker kulit seseorang berangsur-angsur hilang.
    Ke depan, Valen berencana membuat senyawa hasil temuannya menjadi produk suplemen  agar lebih mudah mengurus izin. “Dari aspek farmakologi,  khasiat kulit batang damar batu sudah teruji,”pungkasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar